JAKARTA – Sistim pemilu proporsional terbuka lebih cocok dan tepat di pemilu 2024. Walaupun sistim pemilu profesional terbuka memiliki beberapa kelemahan, di antaranya adalah mengecilnya peran parpol, dan rawan politik uang.
Demikianlah hal tersebut dikatakan Praktisi hukum yang juga Advokat Susanti Agustina SH MH. Pasalnya, politik uang, baik sistim proporsional terbuka maupun tertutup sangat rentan.
“Namun bedanya, dalam sistim proporsional terbuka, uang bisa beredar kepemilih dan kandidat. Sedangkan pada sistim proporsional tertutup, bisa berupa suap untuk menentukan nomor urut partai,” ujarnya kepada wartawan di akhir pekan pada Minggu (22/1/2023).
Susanti yang juga bakal caleg Partai Nasdem dari Dapil Kalimantan Timur ini menjelaskan untuk meminimalisir politik uang, parpol harus punya mekanisme kontrol, terkait dana kampanye yang digunakan. Serta tidak memanfaatkan surat rekomendasi sebagai mahar politik.
“Parpol tentunya harus mempunyai mekanisme yang jelas dan kontrol untuk dana politik dan kampanye yang dilakukan oleh kader-kadernya. Dan sebaliknya, parpol jangan memanfaatkan situasi ini untuk menjadikan surat rekomendasi sebagai mahar politik,” jelasnya.
Lebih lanjut, Susan sebagai Advokasi bidang hukum di organisasi Sahabat Tani Indonesia mengatakan jika kita belajar dari pengalaman terdahulu, banyak caleg yang tidak dikenal pemilih, dan mereka sulit mendapatkan informasi tentang caleg tersebut. Tapi di era digital dan media sosial saat ini, siapapun bisa dikenal, dan dengan mudah kita bisa mendapatkan informasinya.
“Tentu medsos jadi chanel yang efektif saat ini, dengan mudah, gratis dan cepat menyebarkan info cepat. Hal ini merupakan metode kampanye yang efektif apalagi bagi mereka yang terbatas finansial, dan di medsos bisa berinteraksi dengan masyarakat,” ungkap Susan seraya mengatakan caleg harus waspada dengan adanya disinformasi, atau hoaks yang beredar di media sosial. (Amris)