JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) menilai praktik alih fungsi lahan akan berdampak sangat buruk terhadap keberlangsungan pertanian di masa depan. Karena itu, Kementan mengajak berbagai pemangku kepentingan termasuk jajaran aparat penegak hukum dan para akademisi untuk memperketat pengawasan dan pengendalian alih fungsi lahan.
Langkah Kementan untuk melaksanakan kebijakan itu, kata Inspektur Jenderal (Irjen) Jan S. Maringka, pihaknya memperkuat sinergi dan komitmen aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) lintas kementerian/lembaga dan penegak hukum. Langkah itu terbukti dengan digelarnya “Rapat Koordinasi (Rakor) Pengawasan Bidang Ketahanan Pangan” dengan tema Sinergi APIP dan APH Mengawal Program Pertanian dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian di Provinsi Jawa Timur.
“Berdasarkan arahan dari Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo beberapa waktu ini, Kementan secara tegas menolak alih fungsi lahan, terutama di tengah ancaman krisis pangan global,” kata Jan Maringka dalam keterangan persnya pada Sabtu (13/5/2023).
Jan Maringka yang juga mantan Jamintel Kejaksaan ini mengatakan, menurut Mentan Syahrul, dalam menghadapi krisis pangan global, akselerasi pertanian harus bisa berjalan dengan baik, tidak stagnan bahkan tidak mundur. Karena itu, yang harus dijaga antara lain lahan strategis pertanian, lahan produktif pertanian, lahan yang sudah beririgasi pertanian, hingga lahan yang masuk dalam peraturan daerah.
Soalnya dampak dari alih fungsi lahan ini, ujar Jan Maringka, sangat merugikan, semisal hilangnya lahan pertanian subur, hilangnya investasi infrastruktur irigasi, kerusakan natural lanskap, dan sejumlah masalah lingkungan yang pada akhirnya sangat merugikan petani dan masyarakat secara umum.
“Di sinilah peranan APIP dan apparat penegak hukum di daerah agar menegakkan aturan-aturan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) bisa terus didorong,” tutur Jan Maringka.
Menurut Jan Maringka, alih fungsi lahan pertanian pangan yang terjadi ini dapat mengancam kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan sebagaimana termuat dalam UU LP2B. Berdasarkan itu, maka lahan yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan ini dapat terus dilindungi dan dilarang dialihfungsikan.
Untuk diketahui, berdasarkan data yang dihimpun Kementan, dari total luas lahan sawah 7,46 juta hektare, sekitar 659.200 hektare yang mengalami alih fungsi lahan sawah. Dari jumlah itu, sekitar 179.539 hektare kondisi terbangun dan sekitar 479.661 hektare kondisi perkebunan.
Di samping itu, kata Jan Maringka, pihaknya juga terus berupaya meningkatkan pengawalan terhadap program pembangunan pertanian. Langkah yang ditempuh untuk itu antara lain berkolaborasi lewat program “Jaga Pangan, Jaga Masa Depan”.
“Jadi Rakor pengawasan ini untuk membangun sinergi antara APIP dan aparat penegak hukum dalam melakukan pengawasan internal pemerintah, sekaligus mewujudkan program menjaga pangan,” katanya.
Acara tersebut dihadiri lebih dari 200 peserta. Dan, dari peserta itu, hadir beberapa tokoh antara lain Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, Profesor Nurhasan Ismail dari Universitas Gadjah Mada, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur J. Devy Sudarso, Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Timur Abul Chair dan lain-lain.
(Amris)