TANJUNG REDEB,Borneo Post – Wakil II Ketua DPRD Berau, Ahmad Rifai angkat bicara soal wacana penggabungan Kabupaten Berau dengan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara). Meskipun wacana itu ada, namun untuk teknis penggabungannya tidaklah mudah.
Rifai menjelaskan, pada tahun 2023, saat dirinya menjabat sebagai lembaga eksekutif dengan Almarhum Masdjuni diminta untuk hadir ke rapat paripurna Kaltara bersama lima kabupaten lainnya yakni Kabupaten Berau, Nunukan, Malinau, Bulungan dan Tarakan untuk memberikan pernyataan sikap terkait berdirinya Provinsi Kaltara. Dirinya menyebut, dari lima Kabupaten tersebut, hanya Kabupaten Berau yang tidak sepakat atas terbentunya provinsi baru.
“Dan saat itu juga, 4 Kabupaten Kota sepakat terbentuknya provinsi baru Kaltara, terkecuali Berau,” bebernya.
Bahkan, keputusan untuk tidak bergabung saat itu karena berbagai pertimbangan seperti Kabupaten Berau dari sisi demografi, kemampuan anggaran sudah sangat baik, serta Berau merupakan daerah heterogen atau semua suku ada dan hidup rukun.
“Karena itu kami berdua sepakat untuk menerima adanya provinsi baru, tapi Berau tidak bisa bergabung. Tapi mungkin suatu saat nanti. Namun sepertinya saat ini pun belum bisa untuk penggabungan itu. Jadi masyarakat jangan khawatir. Pembahasan pembentukan provinsi baru Kaltara saja memerlukan waktu lama, dan tidak mudah untuk melakukan penggabungan,” tambahnya.
Provinsi Kaltara memang sudah ada pembahasan dan kajiannya sejak 2003 lalu, namun pembentukannya baru terjadi pada 2021. Ini sesuai dengan UU nomor 20 tahun 2012. Dan kalaupun ada penggabungan Berau ke Kaltara, tidak semudah itu mengubah undang-undang yang telah ada.
“Kalaupun ada penggabungan itu dan disetujui, pasti sudah terjadi sejak lama. Karena ini sudah 20 tahun adanya ajakan dari Kaltara. Dan kita terus menolak. Saya berharap masyarakat jangan mudah terpancing dengan banyaknya pemberitaan yang bergulir,” tutupnya.(yus/adv)