Samarinda, Global-Satu – Ketua Ikatan Mahasiswa Sulawesi Tenggara Kalimantan Timur (Ikma Sutra Kaltim) Syaifudin menyoroti tren calon tunggal atau melawan kotak kosong dalam Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) yang terus meningkat setiap tahunnya.
Pada Pilkada serentak 2015, ada tiga daerah yang memiliki satu pasangan calon.
Jumlah itu kemudian meningkat pada Pilkada serentak 2017, jumlah pasangan calon yang melawan kotak kosong menjadi sembilan pasangan. Dan pada Pilkada serentak 2018, jumlah calon tunggal meningkat menjadi 12 daerah. Angka itu diprediksi akan meningkat di Pilkada 2024.
Lalu, apa sesungguhnya yang menyebabkan tren calon tunggal terus meningkat dalam Pilkada? Regenerasi Pemimpin yang Rendah atau Arogansi Politik?
Disampaikan Syaifudin, pada prinsipnya, Pilkada serentak merupakan upaya untuk menciptakan local accountability, political equity dan local responsiveness.
“Pilkada menjadi momentum masyarakat untuk menyelenggarakan hasrat politik yang diharapkan mampu menghantarkan pada kondisi regenerasi kepemimpinan yang lebih baik pada masa-masa yang akan datang dengan profesional dan demokratis,” ujar Syaifudin.
Pilkada juga, lanjutnya, menjadi momentum masyarakat berada di atas bayang-bayang kepemimpinan yang baru yang dapat mengentaskan persoalan ekonomi, sosial, pendidikan, hukum, dan persoalan lainnya yang mewarnai kehidupan masyarakat.
Pemimpin daerah yang merepresentasikan kepentingan rakyat adalah mimpi besar seluruh masyarakat tanpa terkecuali.
Namun, dalam beberapa waktu terakhir ini, masyarakat Bumi Etam sedang diperhadapkan dengan bayang-bayang kotak kosong di Pilkada Kaltim 2024.
Setelah mundurnya Mahyudin sebagai salah satu kompetitor Pilkada Kaltim karena merasa elektabilitas tidak mumpuni, kini tersisa dua kandidat yang sekiranya sama kuatnya yaitu pasangan Isran Noor – Hadi Mulyadi dan Rudi Masu’d – Seno Aji.
Di atas kertas, pasangan calon Rudi Masu’d – Seno Aji menjadi kandidat kuat di Pilgup Kaltim 2024. Pasangan ini berhasil mengamankan 45 kursi di DPRD Kaltim dengan dukungan 7 parpol. Sementara pasangan Isran-Hadi sampai saat ini belum terlihat hilal dukungan parpol.
Satu-satunya harapan Isran-Hadi untuk melanggeng di Pentas Pilgub Kaltim adalah mendapat dukungan dari PDIP dengan 9 kursi dan Demokrat 2 kursi.
Jika dua partai itu bergabung dengan koalisi gemuk yang dibangun Rudi Masu’d – Seno Aji, maka lawan kotak kosong di Pilkada Kaltim dipastikan terjadi.
Merespon hal itu, Syaifudin menegaskan potensi calon pasangan tunggal ini tentu tidak baik bagi demokrasi.
Alih-alih menilai figur berdasarkan kekuatan intelektualitas, sebaliknya diperhadapkan dengan kotak suara yang kosong.
“Rakyat hanya dihadapkan pada pilihan untuk memilih atau tidak memilih calon,” ucapnya.
Lebih lanjut, Alumni Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) ini menilai lobi-lobi partai politik menjadikan calon pasangan tunggal tentu saja bukan hal baru. Strategi ini dianggap manjur untuk memenangkan Pilkada.
Ia menyebut kendatipun pemilihan tetap berjalan karena legalitas Mahkamah Konstitusi.
Namun , menurutnya, upaya-upaya monopoli politik untuk memenangkan pertarungan Pilkada menimbulkan pertanyaan kepada masyarakat, regenerasi calon pemimpin daerah yang rendah atau arogansi politik?
“Kondisi ini memprihatinkan dimana partai politik cenderung pragmatis dalam menentukan pemimpin. Strategi calon tunggal tentu saja adalah kemunduran kualitas demokrasi yang tidak sehat. Selain tidak adanya rujukan referensi bagi masyarakat terkait pasangan calon yang tersedia, kualitas pemimpin sudah pasti diragukan kualitasnya,” tegasnya.
Oleh sebab itu dirinya berharap ada gerakan sadar dari masyarakat kaltim untuk menolak kotak kosong pada pilgup kaltim mendatang.
“Masyarakat harus sadar bahwa strategi kotak kosong adalah simbol watak kepemimpinan yang tidak baik. Maka dari itu harus ditolak,” pungkasnya.
(Alexa/Rdk)