Kutai Kartanegara, Global-Satu — Tim Hukum pasangan calon bupati dan wakil bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Dendi Suryadi-Alif Turiadi, yang dikenal dengan nama DEAL, menilai pernyataan tim hukum Edi Damansyah-Rendi Solihin terkait pencalonan Edi Damansyah dalam Pilkada Kukar sebagai bupati, adalah menyesatkan publik. Pernyataan ini dinilai tidak memberikan pemahaman yang benar terkait hukum dan politik kepada masyarakat.
Ketua Tim Hukum DEAL, Hendrich Juk Abeth, menyampaikan bahwa isu yang dibawa oleh tim hukum Edi Damansyah-Rendi Solihin, seperti yang dilaporkan oleh Tempo.co, sebenarnya telah dipertimbangkan dan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan MK Nomor 2/PUU-XXI/2023 dengan tegas menolak permohonan Edi Damansyah, dan putusan tersebut bersifat erga omnes, yang artinya mengikat tidak hanya pihak yang bersangkutan, tetapi juga masyarakat luas.
“Putusan MK ini sudah final dan mengikat, termasuk bagi Edi Damansyah dan publik. Oleh karena itu, tidak ada lagi ruang untuk mempertanyakan keabsahan pencalonannya,” tegas Hendrich.
Lebih lanjut, Hendrich menjelaskan bahwa PKPU Nomor 8 Tahun 2024 dan PKPU Nomor 10 Tahun 2024 sejalan dengan putusan MK tersebut. Dalam putusan MK dan PKPU, masa jabatan Edi Damansyah sebagai Bupati Kukar dianggap sudah mencapai dua periode. Hendrich merinci bahwa Edi menjabat sebagai Plt Bupati Kutai Kartanegara sejak 9 April 2018 hingga 13 Februari 2019, sebelum dilantik sebagai bupati definitif pada 14 Februari 2019 hingga 25 Februari 2021, yang kemudian diikuti oleh periode kedua pada 2021-2026.
Menanggapi penggunaan surat dari Kementerian Dalam Negeri dan Bawaslu oleh tim hukum Edi Damansyah-Rendi Solihin sebagai dasar untuk menafsirkan masa jabatan Edi, Hendrich menilai hal ini tidak tepat. Ia menegaskan bahwa perhitungan masa jabatan telah jelas berdasarkan tiga putusan MK: Putusan Nomor 22/PUU-VII/2009, Nomor 67/PUU-XVIII/2020, dan Nomor 2/PUU-XXI/2023.
“Norma hukum yang jelas, limitatif, dan bersifat tertutup tidak dapat ditafsirkan ulang. Penafsiran yang dilakukan hanya akan menyesatkan dan merusak hukum itu sendiri,” ujar Hendrich.
Hendrich juga mengingatkan agar tim hukum Edi Damansyah-Rendi Solihin lebih berhati-hati dalam menggunakan surat edaran sebagai dasar hukum. Menurutnya, surat edaran memiliki kedudukan yang lebih rendah dibandingkan putusan MK dan PKPU, sehingga tidak bisa dijadikan dasar untuk mengesampingkan aturan yang lebih tinggi.
“Jika benar Bawaslu menggunakan surat edaran tersebut, kami mempertanyakan independensi dan ketidakberpihakan Bawaslu dalam menyelesaikan sengketa administrasi Pilkada,” tutupnya.
(Rilis/Alexa/Rdk)