Samarinda, Global-Satu – Pinjaman online (pinjol) dan layanan paylater semakin mengundang kekhawatiran di tengah tekanan ekonomi yang sedang dialami masyarakat. Ekonom Universitas Mulawarman, Purwadi, menganggap kedua layanan tersebut sebagai bentuk rentenir modern yang memanfaatkan kesulitan masyarakat, khususnya dengan suku bunga tinggi yang mencapai 24% per bulan dan bahkan 4% per hari.
Dalam kesempatan lain di depan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalimantan Timur, Purwadi menyampaikan pandangan tegasnya.
“Jika sudah sampai meresahkan masyarakat, lebih baik bubarkan saja pinjol dan paylater,” ujar Purwadi.
Ia menegaskan bahwa dampak pinjaman online sangat berbahaya, dengan kasus-kasus tragis yang terus bermunculan.
“Beberapa bulan lalu, bahkan tahun lalu, banyak korban jatuh. Dalam dua minggu saja, beberapa orang meninggal karena terjerat pinjol,” jelasnya.
Data OJK menunjukkan betapa seriusnya ancaman ini. Selama periode Februari hingga Maret 2024, OJK mendeteksi 537 entitas pinjol ilegal. Ini memperkuat seruan Purwadi untuk tindakan tegas terhadap praktik yang merugikan masyarakat tersebut.
Dampak sosial dari pinjol semakin nyata dengan lonjakan kasus bunuh diri yang diduga terkait utang pinjaman online. Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pada tahun 2024 tercatat 52 kasus bunuh diri, dengan Kabupaten Sleman menjadi wilayah dengan angka tertinggi. Dari keseluruhan kasus, sebagian diduga disebabkan oleh jeratan utang pinjol, melibatkan korban berusia antara 20 hingga 60 tahun.
Angka ini melanjutkan tren mengkhawatirkan dari tahun sebelumnya. Pada 2023, terdapat 25 orang yang bunuh diri akibat terlilit utang pinjol.
Purwadi menekankan bahwa masalah ini harus segera diatasi, bukan hanya dengan regulasi ketat tetapi juga dengan langkah pencegahan yang lebih proaktif dari pihak-pihak terkait.
Selain pinjol, layanan paylater juga perlu mendapat perhatian. Purwadi menyebut bahwa paylater, yang awalnya dirancang untuk mempermudah transaksi kebutuhan pokok, kini banyak disalahgunakan oleh generasi muda untuk gaya hidup hedon, khususnya dalam belanja produk fashion.
Data dari OJK mencatat utang paylater masyarakat Indonesia per Agustus 2024 telah mencapai Rp26,37 triliun, dengan piutang paylater yang naik tajam sebesar 89,20% secara tahunan menjadi Rp7,99 triliun.
Purwadi mengkritik bahwa upaya pengawasan terhadap pinjol dan paylater oleh OJK masih belum memadai.
“Layanan ini sebenarnya bisa membantu jika dikelola dengan benar. Namun, tanpa pengawasan yang ketat, ini justru menjadi ancaman nyata bagi kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.
(Alexa/Rdk)