banner 728x250.

Ketua Wilayah TRC PPA Kaltim Soroti Mirisnya Pendidikan di Kaltim: Gratis Harus Jelas dan Transparan

banner 728x250. banner 728x250.

Samarinda, Global-Satu – Pendidikan yang seharusnya menjadi hak dasar setiap warga negara masih menghadapi berbagai permasalahan, terutama terkait wacana sekolah gratis yang belum sepenuhnya terlaksana dengan baik.

Ketua Wilayah Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur, Rina Zainun yang biasa disapa Rina mengungkapkan keprihatinannya terkait kondisi pendidikan di Kaltim.

Rina menyoroti bahwa makna “gratis” dalam pendidikan belum dijelaskan secara rinci kepada masyarakat. Ia menilai, orang tua perlu memahami cakupan program gratis tersebut agar bisa mempersiapkan diri.

“Sekolah negeri katanya gratis, tapi harus ada penjelasan dari awal. Gratis itu mencakup apa saja? Apakah hanya biaya SPP, seragam, atau buku? Kalau dulu jelas, ada SPP, uang bangunan, seragam, dan buku yang bisa dipersiapkan orang tua. Buku bahkan bisa diturunkan ke adik kelas, tetapi sekarang semua berebut masuk sekolah negeri karena kata-kata gratis itu,” ujarnya pada Kamis, (9/1/2025).

Rina menegaskan bahwa meskipun SPP dan uang bangunan dihapuskan, pungutan-pungutan lain masih terjadi di beberapa sekolah. Contohnya, pungutan untuk perbaikan lapangan, pembangunan aula, hingga biaya kegiatan seperti perpisahan.

“Kalau uang gedung dihapus, kenapa masih ada pungutan? Ini harus ada ketegasan dari pemerintah agar tidak membebani orang tua,” tegasnya.

Selain itu, ia juga menyoroti terkait adanya kasus-kasus yang terjadi akibat ketidakmampuan siswa memenuhi kebutuhan sekolah, seperti buku penunjang dan seragam. Ada anak yang sampai depresi karena tidak bisa membeli buku, merasa takut dimarahi guru, bahkan ada kasus pelecehan terhadap anak yang harus bekerja demi membeli buku dan seragam. Ini sangat memprihatinkan.

Rina mengapresiasi janji pemerintah untuk menyediakan buku penunjang dan buku wajib secara gratis di tahun ajaran baru. Namun, ia menekankan pentingnya realisasi janji tersebut.

“Kami menunggu janji ini. Jika tidak terealisasi, kami siap melakukan aksi untuk menagih janji pemerintah,” ungkapnya.

Selain itu, Rina juga mendorong adanya program khusus untuk anak-anak putus sekolah yang telah berusia produktif. Ia menyebut perlunya kerja sama antara DPRD, dinas pendidikan, dan Balai Latihan Kerja (BLK) untuk memberikan akses pendidikan seperti Paket A secara gratis, sehingga mereka memiliki kesempatan untuk mendapatkan pelatihan kerja.

Rina berharap sistem pendidikan di Kaltim bisa kembali mengedepankan empati dan gotong royong. Ia juga mengusulkan agar kebijakan buku dan seragam lebih fleksibel, sehingga tidak membebani keluarga dengan banyak anak.

Pemerintah lebih transparan dan konsisten dalam menjalankan program pendidikan gratis, sesuai dengan amanat undang-undang untuk menjamin pendidikan bagi semua warga negara, terutama mereka yang tidak mampu.

“Kalau sistem zonasi dan pungutan-pungutan ini tidak diperbaiki, banyak anak-anak yang akan terpinggirkan. Jangan sampai karena masalah biaya, ada anak yang tidak bisa sekolah,” pungkasnya.

(Alexa/Rdk)